LEVANA DAN KOLEKSI BUNG KARNO

June 10, 2008 at 6:54 am Leave a comment

Levana

“Sudahlah, ini sudah bukan rumah saya lagi.” Bung Karno mengucapkan kalimat tersebut kepada Hartini dalam bahasa Belanda, “Het is niet meer mijn huis….”

Pukul 08.00 pagi, pertengahan Desember tahun 1967, mereka menerima surat dari Panglima Kodam Jaya Mayjen Amir Mahmud. Berisi perintah untuk mengosongkan paviliun Istana Bogor yang selama itu mereka tempati dengan batas akhir pukul 11.00.

Dalam kepanikan karena digusur, Hartini termenung. Bung Karno mengucapkan kalimat di atas dan mengajak pergi, “…memakai kaus oblong, piyama, dan bersandal,” kenang Kolonel Maulwi Saelan, dalam memoar Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. Tiga tahun setelah diperlakukan demikian, 21 Juni 1970, Bung Karno meninggal dunia.

Sesudah 35 tahun berlalu, kegiatan melacak serta menata kembali barang-barang pribadi milik Presiden Soekarno kini ditangani Levana. Janda tanpa anak tersebut harus mencermati semua peninggalan Bung Karno berikut menata ulang barang-barang yang dulu masih tertinggal di Istana Kepreidenan. Pelacakan diawali dari paviliun Istana Bogor, kemudian Cipanas, dan menurut rencana akan dilanjutkan ke semua istana kepresidenan.

Kegiatan ini sudah dimulai sejak Presiden Abdurrahman Wahid memutuskan untuk mengembalikan semua barang pribadi milik Bung Karno; lukisan, patung, sampai peralatan rumah tangga. Aneka barang dulu tertinggal di istana, karena sesudah dijatuhkan dari kekuasaan, ternyata diusir tanpa sempat melakukan persiapan.

Menyadari bahwa barang koleksi Bung Karno cukup banyak dan keluarga yang ditinggalkan belum memiliki tempat layak, untuk sementara waktu pemerintah masih mengizinkan barang-barang tersebut dititipkan di Istana. Selama proses penataan berlangsung, tahun 2001 Megawati terpilih menjadi presiden, menggantikan Abdurrahman Wahid. Apakah tugas Levana bertambah gampang?”

“Rasanya sama saja. Sebagai Presiden atau Wakil Presiden (Wapres), Mbak Mega (Megawati Soekarnoputri-Red) tidak pernah campur tangan dalam urusan ini. Apalagi, biayanya bukan tanggungan negara melainkan ditangani Yayasan Bung Karno. Bedanya, sekarang ini petugas istana lebih ramah dan banyak membantu.”

HARI pertama datang ke paviliun Istana Bogor, Levana nyaris pingsan menyaksikan keadaan setempat. Bekas kediaman Bung Karno-Hartini terkunci, kotor, dan sudah mirip gudang karena segala macam barang dijejalkan ke sana.

Ada ikatan pribadi Levana dengan ruangan tersebut. Oleh karena di paviliun inilah, Taufan, eks suaminya, lahir dan menjadi besar. Tetapi, yang dia pertanyakan, “Masa Pak Harto (Soeharto-Red) tidak punya kesadaran sejarah? Bukankah di paviliun tersebut seluruh drama Surat Perintah 11 Maret berlangsung? Dokumen yang justru mengantar Pak Harto ke puncak kekuasaan dan selama 32 tahun selalu dia pakai untuk melanggengkan pemerintahannya?”

Levana langsung turun tangan. Dia bersihkan semua ruangan, mulai dari kamar mandi sampai kamar tidur. Dia cari, angkat, serta kembalikan semua peralatan rumah tangga lama. Sampai akhirnya, sesudah bekerja menguras tenaga selama berminggu-minggu, sekarang paviliun tersebut bisa dikembalikan lagi ke suasana semula.

“Bener Neng. Dulu ya, macam ini keadaannya ketika Pak Karno tinggal,” komentar seorang pensiunan pegawai Istana Bogor. Pengakuan ini disambut Levana dengan tangis keharuan.

Sesudah pembenahan isi paviliun selesai, dia mulai menangani lukisan dan patung-patung milik Bung Karno. “Pekerjaan yang semula saya bayangkan gampang, ternyata juga bikin pusing.”

Oleh karena tidak saja letak lukisan dan patung sudah diacak-acak. Tetapi, sebagian telah telanjur digudangkan dan Levana curiga, beberapa lukisan ada yang dipalsukan. “Saya memerlukan kecermatan. Karena itu, khusus untuk hal ini, saya masih belum ingin bicara banyak. Yang pasti, saya sudah minta bantuan seorang tenaga ahli (lukisan) untuk mulai meneliti serta mencocokkannya dengan seluruh dokumentasi lama…,” kata Levana.

LAHIR di Bandung tanggal 9 Januari 1958 dengan nama Iryani Levana, wanita cantik berayah Sunda dengan ibu keturunan Rusia-Jepang ini sejak kecil memiliki nama panggilan kesayangan Meis. “Mengapa Meis, mengapa bukan yang lain? Saya tak tahu,” jawabnya tergelak, hingga rokoknya terjatuh.

Sebagai anak nomor dua dari empat bersaudara Sidik Danubrata-Linda Grave, Meis masuk dalam lingkungan keluarga besar Bung Karno tahun 1981 sesudah dia menikah dengan Taufan Soekarnoputra, anak pertama dari dua anak laki-laki Bung Karno-Hartini. “Masa itu, nama Bung Karno masih belum dipulihkan, malahan tabu untuk sekadar diucapkan. Tetapi, oleh karena saya mencintai Taufan, kami berdua memutuskan kawin….”

Sayang, usia pernikahan Taufan-Meis hanya lima tahun dan belum menghasilkan anak. Pertengahan tahun 1986, Taufan yang sedang menyelesaikan studi akhir di bidang industrial design California State University, AS, mendadak meninggal dunia akibat tumor usus dan gangguan lever.

SESUDAH semua peninggalan Bung Karno selesai ditata, ada rencana koleksi tersebut disatukan dalam sebuah tempat dengan nama Persada Bung Karno atau istilah Inggrisnya, Soekarno Center. “Itu merupakan kerinduan kami, hadirnya pusat pengkajian, perpustakaan, museum sekaligus gedung pertunjukan. Jadi, amanah Bung Karno yang dia tinggalkan tidak diwariskan kepada keluarganya melainkan untuk bangsanya, akan bisa terwujud,” kata Mohammad Guruh Irianto Soekarnoputra, Ketua Yayasan Bung Karno.

Yayasan tersebut didirikan Agustus tahun 1978 oleh anak-anak Bung Karno. Meis ditetapkan sebagai bendahara karena mengganti Taufan. Dalam posisi tersebut Levana kemudian diberi tugas menemukan koleksi Bung Karno. Suatu kebetulan, sebab Meis pernah belajar interior design dan secara kebetulan penggemar lukisan.

Levana mengatakan, “Maaf, selera istana setelah Bung Karno keluar dari sana menjadi norak. Barang-barang peninggalan lama dan indah diacak-acak, diganti perabotan baru yang justru tidak cocok dengan bangunannya. Mungkin mereka kurang menghargai persepsi sejarah, atau berusaha mengganti catatan masa lalu…,” ucapnya. (Julius Pour)

Sumber: Yayasan Bung karno

Entry filed under: SaelanHolic.

Terbit, Kesaksian Mantan Wakil Komandan Tjakrabirawa Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa: Dari Revolusi Fisik Hingga Kudeta 66

Leave a comment

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


KalendaHolic

June 2008
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30  

ArsipHolic

FotoHolic